Selasa, 30 Desember 2008

MENANGGAPI TRANSISI MODEL PENDIDIKAN SBI

Dalam perkembangan dunia pendidikan yang Nampak saat ini, baik dari lapisan sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi mulai menstardarkan system pendidikannya. Dimulai dari system menejemen pengelolaan, tersedianya sarana prasarana, bahasa maupun kegiatan ekstrakurikuler sudah mulai menghadapi masa-masa transisi.
Dalam kasus pergeseran ini banyak sekolah yang mengubah dirinya menghadapi perubahan dan keinginan masyarakat yang dalam hal ini adalah orang tua. Tidak sedikit sekolah yang kemudian berlomba-lomba mendirikan kelas akselerasi sebagai kelas unggulan dimana siswa hanya dikenai masa studi selama 2 tahun untuk sekolah dasar dan menengah, tentu hal ini lebih cepat dari waktu yang telah ditetapkan yaitu selama 3 tahun. Bukan hanya dalam itu saja, kali ini sekolah-sekolah sudah mulai membuat gebrakan baru dengan diusungnya sekolah berstandart internasional yang dengan standart ini sekolah menerapkan gaya belajar menggunakan bahasa inggris dengan penambahan sarana prasarana yang memadai. Dengan sekolah berstandar internasional ini diharap siswa mampu bersaing dikalangan manca Negara.
Tentu saja kalau kita melihat hal ini adalah suatu perkembangan yang cukup besar bagi pendidikan bangsa kita karena dengan perubahan semacam ini dunia pendidikan Indonesia akan lebih dikenal dimata internasioanal. Namun sudah benarkan hal ini dilaksanakan dengan baik. 
Perubahan ini sudah sepantasnya di renungkan kembali sebab banyak diantaranya sekolah yang hanya menggunakan label berstandart internasional hanya untuk menarik orang tua untuk mensekolahkan anaknya disana. Disisi lain dengan perubahan semacam ini sekolah biasanya menaikkan biaya SPP yang dibebankan kepada orang tua dengan berbagai alasan. Yang menjadi pertanyaan adalah sepadankan biaya yang dikeluarkan orang tua tersebut dengan service yang diberikan. Jangan sampai dengan mebayar SPP yang lebih tinggi output yang dikeluarkan sama atau malah lebih rendah dari sekolah pada umumnya. Kalau lebih dicermati lagi, sekolah yang mengklaim dirinya sebagai sekolah berstandar internasional haruslah mempunyai kurikulum yang berstandar internasional juga seperti International General Certificate of Secondary Education (IGCSE). Jika ada sekolah berstandart internasional kemudian masih menggunakan kurkulum yang lama atau kurikulum yang sama dengan sekolah yang biasa tentu hal ini patut dipertanyakan.
Bukan hanya dalam masalah kurikulum saja, guru yang mengajar dan sarana prasarana tentunya harus menunjang dengan system yang baru ini. Para guru harus diberi pelatihan sehingga mereka mengerti betul masalah model belajar dan kurikulum yang ada. Mereka haruslah mampu menggunakan bahasa inggris dengan aktif dalam kelasnya. Tetapi kenyataannya banyak dari sekolah yang menggunakan label ini tidak mempunyai cukup guru diluar guru bahasa inggris yang menguasai bahasa inggris. Apalagi dengan guru lama yang mungkin menginjak masa tuanya tentu akan sulit dalam mengupdate kemampuan bahasa inggrisnya lagi. Dalam masalah tersedianya sarana prasarana, sekolah berstandart internasional ini haruslah menyediakan ruang kelas, ruang observasi, laboratorium bahasa, lab matematika, laboratorium IPA dan Komputer, ruang perpustakaan, ruang ketrampilan, ruang kesenian serta fasilitas olahraga ataupun fasilitas lain yang mendukung. Kebutuhan ini haruslah dipenuhi sebab percuma apabila dilakukannya system yang berstandar internasional akan tetapi tak ada fasilitas yang cukup untuk proses belajar mengajar.
Menanggapi uraian tadi sudah sepantasnya pergeseran model sekolah di Indonesia ini di tanggapi dengan serius, mengingat sekolah adalah sarana untuk mencerdaskan anak negeri. SBI bukan hanya sebagai pencitraan sekolah agar mendapat perhatian dari masyarakat, akan tetapi esensi dari sekolah ini haruslah turut diperhatikan untuk kemajuan bangsa.

Tidak ada komentar: